--- "TIDAK SEORANG PUN BOLEH DIUNTUNGKAN OLEH PENYIMPANGAN DAN PELANGGARAN YANG DILAKUKANNYA SENDIRI DAN TIDAK SEORANG PUN BOLEH DIRUGIKAN OLEH PENYIMPANGAN DAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG LAIN (NEMO COMMODUM CAPERE POTEST DE INJURIA SUA PROPRIA)” ---

logo law firm

logo law firm




PENGALAMAN PENANGANAN PERKARA

Kuasa Hukum Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) (Selaku Pemohon) dalam Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara No. 58/PHPU.C-VII/2009, tanggal 17 Juni 2009.

Baca selanjutnya ...

Thursday, July 10, 2008

Gus Dur Tak Mungkin Jadi Capres

*MK Tolak Uji Materiil

Jakarta, Sinar Harapan
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk melakukan uji materiil terhadap UU No. 23/ 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Keputusan Mahkamah Konstitusi itu dibacakan Ketua MK Jimly Assidiqie di Jakarta, Jumat siang.

Dengan keputusan MK ini berarti kemungkinan KH Abdurrahman Wahid untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilu presiden langsung terhambat syarat kesehatan. Gus Dur mengajukan permohonan uji materiil atas UU No. 23/ 2003 karena UU tersebut dinilai diskriminatif dengan mencantumkan syarat kesehatan bagi pengajuan calon presiden.

Jimmly dalam pertimbangannya menyebutkan, pengajuan permohonan uji materiil dengan dasar bahwa syarat kesehatan diskriminatif tidak dapat diterima karena syarat tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945. Menurut MK persyaratan kesehatan bisa masuk dalam syarat bagi pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Dengan ini Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa permohonan untuk uji materiil terhadap UU No. 23/ 2003, khususnya pasal 6, dengan ini dinyatakan tidak dapat diterima," kata Jimly.
Mahkamah Konstitusi, Jumat (23/4), akan menyimpulkan putusan atas permohonan uji materiil yang diajukan oleh Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdurrahman Wahid dan Ketua PKB Alwi Shihab. Sidang ini dimulai terlambat dari jadwal yang diagendakan, sebab Ketua MK pagi ini juga harus berada di Mabes Polri untuk mengecek kesiapan telekonferensi dalam pengajuan sengketa pemilu.

Sidang MK kali ini akan memutuskan soal uji materiil terhadap UU No 23 Tahun 2003, khususnya Pasal 6 soal persyaratan bagi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Pemohon, Gus Dur dan Alwi Shihab, menilai pasal tersebut adalah bentuk diskriminasi terhadap hak politik warga negara untuk dipilih dan memilih.
Dasar pengajuannya adalah Pasal 27 dari UU 1945 yang dinilai bertentangan dengan UU Pemilihan Presiden. Hakim Konstitusi Laika Marjuki yang membacakan berkas putusan menyebutkan bahwa dengan adanya Pasal 6 UU No 23/2003, pemohon 1 Gus Dur dan pemohon 2 Alwi Shihab merasa dijegal untuk mengajukan Gus Dur sebagai capres dalam pemilu kali ini.
”Pemohon 1 dan 2 nyata-nyata dijegal oleh Pasal 6 dari UU Nomor 6 Tahun 2003,” ucap Laika ketika membacakan salah satu petikan dasar permohonan pengajuan uji materiil.
Dari pihak pemohon sendiri, Gus Dur dan Alwi Shihab, tidak tampak di ruangan. Keduanya diwakili oleh sejumlah pengacara, di antaranya adalah Saiful A dan M. Tohadi, serta Agus Salim. Dari pihak pemerintah, hadir protokoler dari DPR dan wakil dari Dirjen Depdagri.
Menurut Ketua MK Jimly Assidiqie, sidang kali ini hanya akan membacakan putusan sehingga ia tidak memperkenalkan lagi nama-nama hakim konstitusi yang duduk sebagai majelis.
Sampai saat berita ini diturunkan, Majelis Hakim secara bergantian masih membacakan berkas putusan yang berisi antara lain, dasar pengajuan (legal standing) dari pihak pemohon, dasar materiil pengajuan dan materi UU Pilpres.

Terhambat
Permohonan uji materiil atas Pasal 6 huruf (d) tersebut diajukan karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Gus Dur yang berniat mencalonkan diri sebagai presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) jelas-jelas terhambat dengan pasal tersebut.
Dalam persidangan yang digelar Kamis (22/4), kuasa hukum Gus Dur (pemohon), Syaiful Anwar, mengatakan berdasarkan Pasal 51 Ayat (1) UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, pemohon adalah pihak yang menganggap hak atau kewenangan kostitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU No 23 Tahun 2003 Pasal 6 huruf (d) yang menyebutkan, mampu secara rohani dan jasmani melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden.
Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0404/23/sh01.html

0 Comments: